pro to the blem

saya syok.
saya kaget.
saya freeze sekian detik.

saya resah.
saya tak nyaman.
yang saya ingin lakukan hanya membanting hape dan berteriak.

katailah saya brengsek!
katailah saya edan!
katailah saya munafik!
katailah saya penjahat!
katailah saya pendusta!
katailah saya semua!

saya akan membenarkan.

yang saya lakukan kini hanya memaki diri sendiri dan berharap saya tidak pernah ada.
yang saya lakukan kini hanya menyumpah dan bertanya-tanya mengapa saya teganya menyianyiakan seorang yang sangat sayang pada saya.
yang saya lakukan kini hanya meneriaki diri sendiri dan menangis marah.

ya, saya menangis.

airmata saya mengalir deras, tak seperti biasanya yang hanya menggenang di pelupuk mata dan lalu mengering.

tapi kini tidak.

saya tahu airmata ini akan jatuh cepat, jadi saya berpikir kepada siapa saya akan menumpahkan segala kekesalan dan membiarkan mata saya jadi airterjun berjalan.

tapi saya stuck.

bodohsekali, sekian kontak berderet di buku telepon hape saya tapi saya tak tahu hendak menelpon siapa.

dua orang terakhir yang pernah saya curhati, SAYA MENOLAK CURHAT PADA MEREKA karena saya sudah bertekad tidak akan mencampuri lagi urusan mereka dan menjalani urusan saya sendiri, SAYA TIDAK AKAN BERBALIK SAAT SAYA BUTUH, SAYA AKAN BERJALAN SENDIRI BIAR SUATU SAAT MEREKA SADAR SAYA INI ORANG YANG TANGGUH. kalau suatu saat mereka mencoba menjatuhkan saya, akan saya sepak duluan seperti mereka dulu menyepak saya.

saya tekan nomor telepon seorang teman dengan asal, curhat abisabisan lalu berpindah ke teman lain, menumpahkan semua amarah dan kekesalan saya terhadap diri sendiri dan menyumpahnyumpah kenapa ini harus terjadi lagi, dimana saya terpuruk karena membuat kesalahan terbesar seumur hidup.

lalu tibatiba telepon saya berbunyi tut.

pulsa habis.

sejuta kata makian saya lontarkan pun tidak akan membereskan masalah dan membuat waktu kembali.